Hot Posts

6/recent/ticker-posts

Membedah Pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu



Apa yang telah diucapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta di Kepualaun Seribu, menjadi kontoversial hingga “mengganggu” posisinya sebagai Pasangan Petahana Pilkada 2017.

Ucapanya telah menggemparkan seisi Indonesia setelah diunggah ulang oleh Buni Yani . Dalam hal ini, isi pidato Ahok dianggap telah menistakan agama Islam dan Quran.

Saya coba membedahnya


Ahok dianggap telah Menistakan Islam atau AlQuran.
Dalam pandangan saya, kalau Ahok  dianggap secara sengaja menistakan agama Islam,sepertinya terlalu berlebihan. Bagaimana tidak berlebihan,Ahok merupakan salah satu Calon Gubernur yang akan ikut Pilkada 2017. Bila Ahok sengaja menistakan agama Islam yang dianut mayoritas warga Jakarta,tentu saja hal ini merupakan tindakan bunuh diri, karena Ahok membutuhkan suara mayoritas warga muslim Jakarta agar keikutsertaannya di Pilkada 2017 tidak menjadi sia-sia.


Kalimat “Jangan mau dibohongi (pakai) Surat Al Maidah ayat 51,…
Baik kalimat itu menggunakan kata “pakai”atau tidak, menurut saya  Ahok tidakmenganggap bahwa Al Maidah 51 itu adalah bohong. Karena  surat Al Madiah 51 itu menurut beberapa pendapat memiliki beberapa penafsiran yang berbeda.

Dalam hal ini, istilah orang-orang yang yang menggunakan Al Maidah 51 tersebut adalah mereka yang dianggap lawan politik Ahok, bukanlah ulama/MUI, atau Nabi Muhammad SAW.

Dalam konteks kampanye, tidak sedikit lawan politik akan menggunakan surat tersebut kepada calon pemilihnya bila saingan politiknya adalah non Islam.  (Saya tidak tahu bagaimana jika lawan politiknya itu beragama Hindu atau Budha, apakah surat itu dijadikan alat kampanye, karena hanya Yahudi dan Nasrani yang disinggung Al Maidah 51).

Kita telah mengetahui bahwa surat  Al Maidah 51 punya lebih dari satu tafsiran, sehingga  bila lawan politik Ahok hanya menggunakan satu penafsiran tersebut, maka lawan politik Ahok tersebut telah menutupi tafsiran-tafsiran lain, yang semestinya juga diketahui masyarakat pemilih.   Dengan kata lain, kata bohong yang dikatakan Ahok mengacu pada ucapan lawan politiknya yang memutlakan pada satu tafsiran.


Tidak Menista Ulama/Tokoh Agama
Bagi ulama atau tokoh agama, tentu saja pernyataan Ahok dianggap telah menistakan ulama atau toko agama yang biasa menyampaikan apa yang ada di Al Maidah 51. Dalam konteks Ahok, Ahok itu politikus yang juga peserta Pilkada, sehingga konteknya pun bukan pada ulama/tokoh agama,melainkan lawan politiknya. Dan, konteks politikus ada di ranah kampanye yang ditentukan waktunya,dan tidak diperbolehkan berkampanye di tempat-tempat ibadah/pengajian dimana biasanya ulama/tokoh agama menyampaikan tausiahnya.


Menjunjung Tinggi Pancasila dan UUD 1945
Pelaksanaan Pilkada 2017 ini merupakan pengejawantahan dari pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945, dimana setiapwarga negara memiliki hak yang sama dalam pemerintahan, sehingga apa pun agamanya tidak adalarangan untuk ikut serta dalam Pilkada.

Nah, bila tafsiran Al Maidah 51 ini yang secara eksplisit melarang warga negara yang beragama Islam untuk memilih calon gubernur yang kebetulan beragama Non Islam, maka secara tidak langsung tafsiran itu menutup hak-hak dari agama lain untuk berkompetisi dalam Pilkada.


Demikian bedahnya.

Posting Komentar

0 Komentar